Jumat, 20 April 2012

Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid


Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid
Khutbah pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنْ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحِسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ibadallah ! Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam Islam.
Telah banyak penjelasan yang menerangkan makna taqwa. Di antaranya adalah pernyataan Thalq bin Habib:
إِذَا وَقَعَتِ الْفِتْنَةُ فَأَطْفِئُوهَا بِالْتَّقْوَى. قَالُوْا: وَما الْتَّقْوَى؟ قَالَ: أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ الله عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَرْجُو ثَوَابَ اللهِ وَأنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللهِ عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ تَخَافُ عِقَابَ اللهِ.
Apabila terjadi fitnah, maka padamkanlah dengan taqwa”. Mereka bertanya: “Apakah taqwa itu?” Beliau menjawab: “Hendak-nya engkau melaksanakan keta’atan kepada Allah, di atas cahaya Allah, (dengan) mengharap keridhaan-Nya; dan hendaknya engkau meninggalkan kemaksiatan terhadap Allah, di atas cahaya Allah, (karena) takut kepada siksaNya.
Ketaatan terbesar yang wajib kita laksanakan adalah tauhid; sebagaimana kemaksiatan terbesar yang mesti kita hindari adalah syirik.
Tauhid adalah tujuan diciptakannya makhluk, tujuan diutusnya seluruh para rasul, tujuan diturunkannya kitab-kitab samawi, sekaligus juga merupakan pijakan pertama yang harus dilewati oleh orang yang berjalan menuju Rabbnya.
Dengarkanlah firman Allah:
Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah (hanya) kepadaKu.” (Adz-Dzaariyaat: 56)
Juga firmanNya:
Dan tidaklah kami mengutus seorang rasulpun sebelummu melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kepadaKu.” (Al-Anbiya’: 25)
Demikian pula firmanNya:
Alif laam Raa, (inilah) satu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi, serta dijelaskan (makna-maknanya) yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu. Agar kalian jangan beribadah kecuali kepada Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira kepada kalian daripadaNya.” (Hud: 1-2)
Allah juga berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Ketahuilah, bahwasanya tidak ada ilah yang berhak untuk diibadahi melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagimu dan bagi kaum Mukminin (laki-laki dan wanita).”
Jama’ah sekalian rahimakumullah. Kalau kedudukan tauhid sedemikian tinggi dan penting di dalam agama ini, maka tidaklah aneh kalau keutamaannya juga demikian besar. Bergembiralah dengan nash-nash seperti di bawah ini:
عَنْ عُبَادَةْ بِنْ الصَّامِتْ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ النَّارَ.
Dari Ubadah bin Shamit Radhiallaahu anhu , ia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   bersabda: “Barangsiapa yang bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah (niscaya) Allah mengharamkan Neraka atasnya (untuk menjilatnya).” (HR. Muslim No. 29)
Hadits lain, dari Utsman bin Affan Radhiallaahu anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam   bersabda:
عَنْ عُثْمَانَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلاَّ الله دَخَلَ الْجَنَّةَ.
Barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan dia menge-tahui bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia (Allah) niscaya akan masuk Jannah.” (HR. Muslim No. 25)
Demikian juga sabdanya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  , kami petik sebagiannya:
وَعَنْ أَبِي ذَرًّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الله عَزَّ وَجَلَ: وَمَنْ لَقِيَنِيْ بِقُرِابِ الأَرْضِ خَطَايًا لاَ يُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لَقَيْتُهُ بِمِثْلِهَا مَغْفِرَةً.
Dan barangsiapa yang menemuiKu dengan (membawa) dosa sepenuh bumi sekalipun, namun dia tidak menye-kutukan Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan menemuinya dengan membawa ampunan yang semisal itu.” (HR. Muslim No. 2687)
Demikian pula tidak akan aneh, bila lawan tauhid, yaitu syirik; juga memiliki banyak bahaya yang mengerikan, dimana sudah seharusnya kita benar-benar merasa takut terhadapnya. Diantara bahaya syirik itu adalah sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits Jabir:
عَنْ جَابِرٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: جَاء أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا الْمُوْجِبَتَانِ ؟ فَقَالَ: مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
Seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam  , lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah dua perkara yang pasti itu?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya dia akan masuk Jannah. Dan barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu, niscaya dia akan masuk Neraka”. (HR. Muslim No. 93)
Firman Allah:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki”. (An-Nisa: 48,116)
Firman Allah:
Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88).
Firman Allah:
Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17).
Maka merupakan musibah jika seseorang jahil (bodoh) terhadap perkara tauhid dan perkara syirik, dan lebih musibah lagi jika seseorang telah mengetahui perkara syirik namun dia tetap melakukannya. Dengan ini hendaklah kita terpacu untuk menam-bah/menuntut ilmu sehingga bisa melaksanakan tauhid dan menjauh dari syirik dan pelakunya.
وَ اللهَ نَسْأَلُ أَنْ يَرْزُقَنَا عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Khutbah kedua:
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِمًا. أَمَّا بَعْدُ:
Hadirin jama’ah Jum’at Arsyadakumullah,
Tatkala kita membicarakan masalah syirik, janganlah kita menganggap bahwa syirik itu hanya ada di kalangan orang-orang Yahudi, Nashrani, Hindu, Budha, Konghuchu dan lain-lain. Sedangkan kaum Muslimin sendiri dianggap sudah terbebas dari dosa ini. Padahal tidaklah demikian. Banyak juga kalangan kaum Muslimin yang tertimpa dosa sekaligus penyakit ini, baik sadar maupun tidak. Karena makna atau pengertian syirik adalah: mempersekutukan peribadatan kepada Allah; yakni memberikan bentuk-bentuk ibadah yang semestinya hanya dipersembahkan kepada Allah, namun dia berikan kepada selain-Nya. Baik itu kepada para malaikat, nabi, orang shalih, kuburan, patung, matahari, bulan, sapi dan lain sebagainya. Sedangkan bentuk-bentuk ibadah (yang dipersembah-kan) kepada selain Allah itu bisa berupa: Do’a, berkurban, nadzar, puncak kecintaan, puncak rasa takut dan lain-lain.
Saudara-saudaraku fillah, pada khutbah kedua di sini, sengaja kami ringkaskan sebagian keutamaan tauhid sebagaimana yang telah dibahas pada khutbah yang pertama:
  1. Diharamkannya Neraka itu bagi kaum Muwahhidin (Ahli Tauhid). Kalaupun mereka masuk Neraka, mereka tidak akan kekal di dalamnya.
  2. Dijanjikannya mereka untuk masuk Jannah.
  3. Diberikan kepada mereka ampunan dari segala dosa.
Sedangkan di antara bahaya-bahaya syirik adalah:
  1. Diancamnya orang yang melakukan syirik akbar untuk masuk Neraka dan kekal di dalamnya.
  2. Tidak akan diampuni dosanya itu selama ia belum bertaubat.
  3. Gugurlah amal perbuatannya.
  4. Syirik adalah perbuatan dzalim yang terbesar.
Inilah yang dapat kami berikan. Fa’tabiru ya ulil albab.
إِنَّ اللهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلَّونَ عَلَى الَّنِبْيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُواْ رَبَّنَا إِنَّكّ رَؤُوْفُ رَّحِيْمٌ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِالْحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نًافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبِلاً. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يِوْمِ الدِّيْنِ

Ayat Yang paling Ditakuti Oleh Ulama


Ayat Yang paling Ditakuti Oleh Ulama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Betapa kurang ajarnya tingkah pemuda Yahudi Bani Qainuqa' di Madinah. Pemuda-pemuda bejat akhlaqnya itu menarik-narik kain seorang perempuan yang sedang berjual beli dengan mereka. Betapa sadisnya kebiadaban Yahudi Bani Nadzir di Madinah yang ingin menjatuhkan batu besar ke diri Rasulullah, Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam. Dan betapa liciknya kemunafikan Yahudi Bani Quraiddhah yang mengadakan permufakatan rahasia dengan kafir Quraisy ketika perang Khandaq, di mana kaum muslimin dipimpin Rasulullah berada di dalam parit.
Bejatnya akhlaq, sadisnya tingkah dan liciknya hati busuk, semuanya telah mewabah pada darah daging mereka orang-orang Yahudi Bani Israel. Dan penyakit akhlaq yang sampai memuncak itu tentunya ada bibit-bibit penyakitnya. Bukan sekadar kuman akhlaq yang ringan, tetapi kuman yang berbahaya. Dan kuman itu tidak hanya sekali datang berlalu, namun sekali datang dan datang lagi, bahkan senantiasa diusahakan datang. Apa itu? "Aklihimus suht". Makanan mereka haram.
Di dalam Al-Quran ditegaskan oleh Allah:
“Dan engkau akan melihat kebanyakan dari mereka (orang Yahudi) berlomba-lomba dengan dosa dan permusuhan dan mema-kan yang haram. Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan”. (Al-Maidah : 62).
Kenapa yang jadi bibit penyakitnya makanan haram? Jelas. Mereka memiliki energi, tenaga untuk berbuat adalah karena makanan. Lantas, mereka berbuat aneka usaha, arahnya adalah mencari makan. Jadi makanan di sini ibarat terminal, tempat berangkat dan sekaligus tempat tujuan. Kalau makanan itu sudah jelas-jelas haram dan itulah yang menjadi pangkal mereka berbuat, maka kebaikan apa yang perlu mereka perjuangkan dengan modal makanan haram itu? Tidak mungkin mereka memburu kebaikan dengan umpan yang dimiliki berupa modal makanan haram. Maka tidak mungkin pula mereka berhati-hati untuk memperhitungkan mana yang halal dan mana yang haram dalam memburu sasaran yang tak lain adalah makanan pula. Ibarat orang yang memang sudah memakai baju kotor untuk membengkel, mana mungkin ia menghitung-hitung mana tempat yang bersih dan mana yang kotor. Toh tempat yang bersih ataupun kotor sama saja, bahkan lebih perlu menyingkiri tempat yang bersih, karena nanti harus bertugas membersihkan tempat itu kalau kena kotoran dari bajunya.
Singkatnya, dengan modal bekal makanan haram, perbuatan-nya pun cenderung menempuh jalan haram, dan hasilnya pun barang haram, kemudian dimakanlah hasil yang haram itu untuk bekal berbuat yang haram lagi dan seterusnya.
Moral buruk dan makanan haram
".....Sungguh buruklah apa yang mereka kerjakan!" Ini penegasan Allah Subhannahu wa Ta'ala.
Perbuatan mereka itu jelas dicap sebagai keburukan. Namun bukan sekadar mandeg/berhenti sampai perbuatan mereka itu saja sirkulasinya. Tidak. Dalam contoh kasus ini, yang berusaha mencari makanan haram tentunya adalah orang tua, penanggung jawab keluarga. Tetapi yang memakan hasilnya, makanan haram, berarti seluruh keluarga yang ditanggung oleh pencari harta haram itu. Dan ternyata, betapa bejatnya akhlaq/moral pemuda-pemuda alias anak-anak mereka yang diberi makan dengan makanan haram itu. Pemuda-pemuda itu sampai begitu lancangnya, menarik-narik kain perempuan di pasar saat berjual beli.
Mungkinkah pemuda-pemuda tersebut sebejat itu kalau mereka ditumbuhkan dengan makanan halal, mereka lihat orang tuanya shaleh, lingkungannya baik-baik dan terjalin ukhuwah/ persaudaraan dengan baik? Sebaliknya, mungkinkah dengan modal makanan haram itu orang tua menunjukkan "baiknya" perbuatan jahat mereka (yang sudah ketahuan memburu barang haram), menampakkan ketulusan hati (yang sudah ketahuan rakus terhadap barang haram) dan menasihati dengan amalan baik-baik (sedang dirinya jelas melanggar)? Tidak mungkin. Maka tumbuh dengan suburlah generasi penerus mereka itu dengan pupuk-pupuk serba haram dan jahat. Itulah.
Orang alim agama ada yang lebih parah
Sikap seperti itu sungguh parah. Tetapi, masih ada yang lebih parah. Karena yang lebih parah ini bahkan menyangkut orang-orang pandai dan pemuka agama, maka Allah Subhannahu wa Ta'ala mengecamnya cukup diawali dengan bentuk pertanyaan.
“Mengapa orang-orang alim mereka, dan pendeta-pendeta mereka (Yahudi) tidak melarang mereka mengucapkan perkataan dosa dan memakan yang haram? Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.” (Al-Maidah : 63).
Kita dalam hal diamnya para alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bisa juga menduga-duga kenapa mereka tidak mencegah perkataan dosa dan makan haram. Dugaan itu akan membuat perasaan bergetar, kalau sampai mereka yang alim dan pemuka agama di kalangan Yahudi itu bahkan antri ikut makan haram.
Maka ayat tersebut, bagi Ibnu Abbas (sahabat Nabi n yang ahli tafsir Al-Quran) adalah celaan yang paling keras terhadap ulama yang melalaikan tugas mereka dalam menyampaikan da'wah tentang larangan-larangan dan kejahatan-kejahatan. Bahkan Ad-Dhohhaak berkata, tidak ada ayat dalam Al-Quran yang lebih aku takuti daripada ayat ini.
Tidak kurang dari itu, bahkan cercaan Allah itu lebih penting untuk disadari oleh ulama Islam, bukan sekadar cerita cercaan terhadap pendeta-pendeta Yahudi.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ. وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

ANAK SHALIH


Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua
Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ تَعَالَى مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا. (النساء: 9).
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
Jamaah jama'ah rahimakumullah
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.
Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki serta kearah mana anak tersebut akan dibawa.
Menurut Sunnah melahirkan anak yang banyak justru yang terbaik. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَلُوْدَ وَالْوَدُوْدَ فَإِنِّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمْ.
Artinya: “Nikahilah wanita yang penuh dengan kasih sayang dan karena sesungguhnya aku bangga pada kalian dihari kiamat karena jumlah kalian yang banyak.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’I, kata Al Haitsamin).
Namun yang menjadi masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin dapat menjadi kenyataan.
Bahkan sebagian orang tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi bintang film (Artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan informasi tentang perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang sering mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini.
Jamaah jum’at rahimakumullah
Kehidupan sebagian besar selebritis yang banyak dipuja orang itu tidak lebih seperti kehidupan binatang yang tak tahu tujuan hidupnya selain hanya makan dan mengumbar nafsu birahinya. Hura-hura, pergaulan bebas, miras, narkoba dan gaya hidup yang serba glamour adalah konsumsi sehari-hari mereka. Sangat jarang kita saksikan di antara mereka ada yang perduli dengan tujuan hakiki mereka diciptakan oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala , kalaupun ada mereka hanya menjadikan ritualisme sebagai alat untuk meraih tujuan duniawi, untuk mengecoh masyarakat tentang keadaan mereka yang sebenarnya. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)mereka” (An Nisa: 9).
Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak.
Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan anak-anak mereka dalam keadaan miskin . (Tafsir Ibnu Katsir: I, hal 432) Dan terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang dibawah garis kemiskinan.
Banyak orang tua yang mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal apapun yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TP Al-Qur’an terasa begitu enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak.
Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya.
Jamaah jum’at rahimakumullah.
Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu mewujudkan obsesi tersebut:
1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan kehendak Islam berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
إِذَا مَاتَ بْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ.
Artinya: “Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: Sadaqah jariah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR.Muslim)
Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kita telah sama mengetahui bahwa anak yang senang mendoakan orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan,melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala , dan menjauhi larangan-laranganNya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan DienNya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan senang bermaksiat kepadaNya. Anak yang senang bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , jelas akan jauh dari perintah Allah dan kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus.
Dalam hadits ini dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat. Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-laranganNya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan.
2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih.
Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya.
Jama'ah jum’at rahimakumullah
Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna keIslaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna keIslaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai keIslaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral.
Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري).
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Al-Bukhari)
Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallaahu alaihi wa Salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya.
Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. Oleh karena itu, selaku orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik, yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang anak.
Faktor yang juga cukup menentukan dalam membentuk watak dan karakter anak di sekolah adalah konsep yang diterapkan sekolah tersebut dalam mendidik dan mengarahkan setiap anak didik.
Sekolah yang ditata dengan managemen yang baik tentu akan lebih mampu memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan sekolah yang tidak memperhatikan sistem managemen. Sekolah yang sekedar dibangun untuk kepentingan bisnis semata pasti tidak akan mampu menghasilkan murid-murid yang berkwalitas secara maksimal, kualitas dalam pengertian intelektual dan moral keagamaan.
Kualitas intelektual dan moral keagamaan tenaga pengajar serta kurikulum yang dipakai di sekolah termasuk faktor yang sangat menentukan dalam melahirkan murid yang berkualitas secara intelektual dan moral keagamaan.
Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya.
Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak jauh lebih besar.
Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman.
Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak.
Masyarakat terbentuk atas dasar gabungan individu-individu yang hidup pada suatu komunitas tertentu. Karena dalam membentuk masyarakat yang harmonis setiap individu memiliki peran dan tanggung jawab yang sama. Persepsi yang keliru biasanya masih mendominasi masyarakat. Mereka beranggapan bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah pemerintah, para da’i, pendidik atau ulama. Padahal Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ. (رواه مسلم).
Artinya: “Barangsiapa di antaramu melihat kemungkaran hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika ia tidak sanggup maka dengan lidahnya, dan jika tidak sanggup maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Jika setiap orang merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat yang terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat tercapai jika setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (Ali Imran: 110).
Jamaah jum’at rahimakumullah
Amar ma’ruf adalah kewajiban setiap individu masing-masing yang harus dilaksanakan. Jika tidak maka Allah Subhannahu wa Ta'ala , pasti akan menimpakan adzabnya di tengah-tengah kita dan pasti kita akan tergolong orang-orang yang rugi Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali-Imran: 104).
Untuk itu di akhir khutbah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan hidup generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas agama-agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ.
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.
Khutbah kedua.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ. أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ. اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.